Pasti banyak yang sudah familiar dengan istilah PPN atau pajak yang sering dikenakan ketika membeli barang atau jasa. PPN atau PPh ini merupakan komponen dalam penghitungan Dasar Pengenaan Pajak atau disingkat DPP.
Sebagai seorang Wajib Pajak, mengetahui tentang DPP adalah penting. DPP ini merupakan nilai-nilai yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Artikel kali ini akan membahas tentang pengertian, jenis-jenis, dan cara menghitung DPP. Yuk, simak pembahasannya untuk tahu lebih banyak!
Baca juga: Lupa Password EFIN? Ini Cara Mengatasinya
DPP adalah singkatan dari Dasar Pengenaan Pajak, yang merupakan nilai-nilai yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Perhitungan DPP sendiri merupakan akumulasi harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lainnya. Nilai-nilai dipakai sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak terutang.
Nilai dasar yang digunakan untuk menghitung pajak terutang. Komponen dari pajak terutang sendiri meliputi PPh 21, PPh 22, PPh 23, PPh 25/29 perorangan maupun badan, PPh 26, PPh 15, dan PPh pasal 4 ayat 2. DPP dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu Penghasilan dan Bisnis, Konsumsi, dan Kekayaan. Masing-masing kategori tersebut dikenakan ke dalam jenis pajak tertentu.
Baca juga: Berikut Syarat Membuat NPWP Karyawan
Berikut ini jenis-jenis Dasar Pengenaan Pajak beserta komponennya.
Sebagaimana tercantum dalam ketentuan Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh), dasar pengenaan pajak penghasilan (DPP PPh) adalah:
Dasar pengenaan pajak Pasal 4 ayat 2 adalah pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan atas jasa tertentu dan sumber tertentu seperti jasa konstruksi, sewa tanah/bangunan, pengalihan hak atas tanah/bangunan, hadiah undian, dan lainnya.
PPh Pasal 15 ini adalah merupakan pengenaan pajak pada wajib pajak perusahaan pelayaran. Dasar pengenaan pajak PPh 15 ini adalah norma penghitungan khusus penghasilan neto, yakni 4% dari peredaran bruto. Besarnya PPh yang terutang adalah 1,2% dari peredaran bruto dan bersifat final.
Peredaran bruto dalam PPh 15 ini adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh WP perusahaan pelayaran dalam negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau sebaliknya.
Dasar Pengenaan Pajak penghasilan PPh 21 untuk menentukan tarif pajak penghasilan sesuai pasal 21 adalah sebagai berikut:
No. | Subjek yang dipotong | Dasar Pengenaan Pajak |
1. | Pegawai Tetap | Penghasilan Kena Pajak = Jumlah seluruh penghasilan bruto setelah dikurangi:a. Biaya jabatan 5% dari penghasilan bruto, maksimal Rp 500 ribu sebulan atau Rp 6 juta setahunb. Iuran terkait gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menkeu atau badan penyelenggara jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menkeu(-) Dikurangi PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) |
2 | Penerima Pensiun Berkala | Penghasilan Kena Pajak = Seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun 5% dari penghasilan bruto, maksimal Rp200 ribu sebulan atau Rp 2,4 juta setahun;(-) Dikurangi PTKP |
3. | Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima alam 1 bulan kalender telah melebihi Rp 2,025 juta | Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan bruto (-) Dikurangi PTKP |
4. | Pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 bulan kalender belum melebihi Rp 2,025 juta | Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan bruto dikurangi Rp200 ribu |
5. | Pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima telah melebihi Rp 2,025 juta belum melebihi Rp 7 juta. | Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan bruto dikurangi PTKP sebenarnya (PTKP yang sebenarnya adalah sebesar PTKP untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya) |
6. | Pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp 7 juta | Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan bruto dikurangi PTKP |
7. | Bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan | Penghasilan Kena Pajak = 50% dari jumlah penghasilan bruto(-) Dikurangi PTKP perbulan |
8. | Bukan pegawai yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan | 50% dari jumlah penghasilan bruto |
9. | Selain di atas | Jumlah penghasilan bruto |
Nilai impor merupakan nilai uang yang menjadi dasar untuk penghitungan bea masuk, ditambah pungutan lain yang dikenakan pajak sesuai Undang-Undang Pabean untuk impor Barang Kena Pajak.
Nilai impor ini tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN.
DPP PPh 23 adalah nilai atas imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan kasa lain yang dipotong dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.
Dasar Pengenaan Pajak Pasal 26 ini terbagi menjadi tiga jenis DPP PPh 26, yakni yang didasarkan pada jumlah penghasilan bruto dan penghasilan neto.
Baca juga: Perbedaan Antara e-SPT Tahunan Dan e-SPT Masa
Sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur tentang pengenaan pajak penghasilan dan PPN, jenis-jenis DPP yang dijadikan dasar untuk menghitung pajak terutang PPN adalah:
Harga jual merupakan nilai uang dari semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh penjual karena penyerapan suatu Barang Kena Pajak (BKP).
Harga jual ini tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang (UU) PPN dan potongan harga yang dituliskan pada Faktur Pajak.
Penggantian yang dimaksud adalah nilai uang dari semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP).
Nilai penggantian ini tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN serta potongan harga yang dituliskan pada Faktur Pajak.
Nilai ekspor merupakan nilai uang atas semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan perundang-undangan pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN.
Nilai lain menjadi suatu nilai uang yang dipakai sebagai Dasar Pengenaan Pajak untuk penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
Secara umum DPP nilai lain ini diatur dalam Pasal 8A ayat (2) UU PPN, yang ketentuan detail pelaksanaannya ditetapkan melalui PMK No. 121/PMK.03/2015 tentang Perubahan Ketiga atas PMK No. 75/2010 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak.
Jenis Penyerahan | Dasar Pengenaan Pajak |
Pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP | Harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor |
Pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP | Harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor |
Penyerahan film cerita | Perkiraan hasil rata-rata per judul film |
Penyerahan produk hasil tembakau | HJE (Harga Jual Eceran) |
BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan | Harga pasar wajar |
Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP antar cabang | HPP (Harga pokok penjualan) atau harga perolehan |
Penyerahan BKP melalui pedagang perantara | Harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli |
Penyerahan BKP melalui juru lelang | Harga lelang |
Jasa pengiriman paket | 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih (tarif efektif 1%) |
Penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata | 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih (tarif efektif 1%) |
Penyerahan jasa pengurusan transportasi yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi | 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih (tarif efektif 1%) |
Nilai Impor = Cost, Insurance, Freight (CIF) + Bea Masuk.
Namun pajak masukan dari transaksi dengan DPP nilai lain ini ada beberapa yang tidak dapat dikreditkan sesuai PMK No. 56/PMK.03/2015, yaitu:
Baca juga: Manfaat dan Syarat Klaim JKK-JKM
Berikut cara untuk menghitung DPP PPN berdasarkan studi kasus yang bisa dijadikan acuan.
Perusahaan A akan menjual sebuah produk seharga Rp 50.000.000 sudah termasuk PPN. Berikut penghitungannya:
Nilai Akhir = DPP + PPN
Rp 50.000.000 = DPP + (10 persen x DPP)
Rp 50.000.000 = DPP + (0,1 DPP)
Rp 50.000.000 = 1,1 DPP
DPP = Rp 50.000.000/ 1,1
DPP = Rp 45.454.545
Jadi, Dasar Pengenaan Pajak dari barang yang akan dijual oleh Perusahaan A yaitu sebesar Rp 45.454.545.
Perusahaan B merupakan sebuah perusahaan IT yang menjual salah satu produknya seharga Rp 25.000.000 belum termasuk PPN kepada Perusahaan C. Dengan begitu, diketahui bahwa Dasar Pengenaan Pajak atas penjualan yang dilakukan tersebut yaitu sebesar Rp 21.000.000. Maka, cara menghitung DPP PPN atas pembelian tersebut yaitu:
PPN yang terutang = Dasar Pengenaan Pajak + (10% x DPP)
PPN terutang = Rp 21.000.000 + (10% x Rp 21.000.000)
PPN terutang = Rp 21.000.000 + Rp 2.100.000
PPN terutang = Rp 23.100.000
Jadi, PPN terutang yang harus dibayarkan Perusahaan C kepada Perusahaan B sebesar Rp 23.100.000
Perusahaan D akan menjual produknya dengan harga Rp 30.000.000 sudah termasuk PPN ke Dinas PU. Cara menghitung DPP atas produk tersebut adalah sebagai berikut:
DPP = 100/110 x Rp 30.000.000
DPP = Rp 27.272.727
Dengan besaran DPP pada transaksi tersebut adalah Rp 30.000.000 maka PPN terutangnya sebesar = 10% x Rp 30.000.000 = Rp 3.000.000.
Perusahaan E menjual produk kepada Perusahaan F dengan harga belum termasuk PPN. Diketahui bahwa DPP atas produk tersebut sebesar Rp 10.000.000,-
Maka untuk menghitung besarnya PPN atas pembelian barang tersebut adalah sebagai berikut:
PPN yang terutang = Dasar Pengenaan Pajak + (10% x DPP)
PPN terutang = Rp 10.000.000 + (10% x Rp 10.000.000)
PPN terutang = Rp 10.000.000 + Rp 1.000.000
PPN terutang = Rp 11.000.000
Jadi, PPN terutang yang harus dibayarkan oleh Perusahaan E kepada Perusahaan F sebesar Rp 11.000.000.
Perusahaan G merupakan perusahaan jasa ekspedisi di Pontianak. Perusahaan G mendapatkan pesanan pengiriman barang dari Perusahaan H dengan tujuan Pontianak ke Tangerang Selatan.
Biaya pengiriman barang tersebut sebesar Rp 5.000.000. Sedangkan PPN terutang atas transaksi tersebut yaitu 1%. Maka cara menghitung DPP atau biaya yang harus dibayar Perusahaan G kepada Perusahaan H yaitu sebagai berikut:
PPN terutang = DPP x 1%
PPN terutang = Rp 5.000.000 x 1%
PPN terutang = Rp 50.000
Maka, biaya yang harus dibayarkan oleh Perusahaan G kepada Perusahaan H sebesar Rp 5.000.0000 + Rp 50.000 = Rp 5.050.000.
Baca juga: Pengertian, Tarif Pajak, Wajib Pajak dan Contoh Perhitungan PPh 21
Pajak merupakan salah satu komponen penting dalam penghitungan gaji di perusahaan. Dalam prosesnya, menghitung pajak dapat dikatakan bukan hal yang mudah karena peraturan dan kebijakan yang berubah-ubah.
Setiap tahun pemerintah memperbaharui aturan mengenai penghitungan pajak sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap penghitungan payroll perusahaan. Selain itu, komponen penggajian lainnya seperti potongan, bonus, BPJS, dan lain-lain juga harus dihitung secara akurat.
Penghitungan dan pengelolaan payroll merupakan tugas HR yang paling banyak memakan waktu dan tenaga karena jika terjadi kekeliruan sedikit saja maka akan berimbas pada karyawan dan perusahaan. Oleh karena itu, GreatDay HR hadir dengan fitur-fitur pintar yang dapat membantu mempermudah pekerjaan HR termasuk proses penghitungan payroll perusahaan.
Penghitungan gaji dan pajak yang biasanya memakan waktu berjam-jam dapat dilakukan dengan cepat di satu aplikasi saja. GreatDay HR juga memberikan kemudahan untuk mengakses dan mengelola data karyawan di mana saja kapan saja melalui ponsel pintar. Tunggu apa lagi? Segera unduh aplikasinya melalui ponsel, atau kunjungi websitenya dan dapatkan demo!
Baca juga: Penjelasan Lengkap Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)