Saat pengusaha atau perusahaan mendapatkan keuntungan, mereka wajib membayar pajak terutama pajak penghasilan badan, yang dikenakan dengan jumlah yang berbeda-beda tergantung dengan industri dan kebijakan usaha. Berikut ini adalah subjek dan objek pajak badan yang harus Anda ketahui.
Adapun beberapa peraturan tentang pajak penghasilan badan yang berlaku adalah
Merupakan setiap Badan Usaha yang diberikan kewajiban untuk membayar pajak, baik dalam periode bulan maupun tahun dan disetor kepada negara.
Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), yang termasuk dalam pengertian Badan adalah sebagai berikut:
Baca juga: Perbedaan Antara e-SPT Tahunan Dan e-SPT Masa
Merupakan Subjek Badan dalam negeri yang menjadi objek PPh, dan memiliki penghasilan baik dari dalam maupun dari luar negeri seperti yang tercantum dalam Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang PPh yang meliputi:
Kenali dulu nominal penghasilan kena pajak badan, sebelum melakukan perhitungan Pajak Penghasilan Badan Usaha. Setelah mengetahui hal di atas maka Anda bisa mengurangi penghasilan neto fiskal dengan kompensasi kerugian fiskal.
Dalam hal ini penghasilan neto fiskal merupakan pendapatan bersih yang diterima wajib pajak dalam negeri. Sementara itu kompensasi neto fiskal adalah kerugian yang dialami badan. Jika menggunakan pembukuan, kerugian dapat dikompensasi selama lima tahun secara berturut-turut.
Kalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pajak yang berlaku untuk mendapat nominal ini. Seperti pada Pasal 17 ayat (1) bagian b UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, tarif pajak yang dikenakan kepada badan adalah 25%.
Sejak berlaku sejak 2010, tarif lebih rendah dapat dikenakan kepada wajib pajak badan dalam negeri dengan syarat
Dengan ketentuan di atas, maka cara menghitung tarif PPh badan adalah:
PT Makmur Jaya memiliki jumlah Penghasilan Kena Pajak senilai Rp1.000.000.000, maka tarif PPh badan yang harus dibayarkan adalah 25% x Rp1.000.000.000 = Rp250.000.000.
Penghasilan yang telah dipotong bersifat final, tidak termasuk dalam ketentuan ini. Tarif pajak final diatur dalam aturan tersendiri berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Faktor lainnya yang harus dipahami adalah peredaran bruto dan kepentingannya dalam penghitungan PPh Badan. Dalam hal ini, peredaran bruto masuk dalam seluruh penghasilan yang diterima, pribadi maupun badan.
Jika wajib pajak tidak melakukan pembukuan, PKP akan dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Sedangkan, jika wajib pajak melakukan pembukuan yang benar, penghitungan PKP dilakukan berdasarkan catatan yang tertulis di pembukuan.
Norma Penghitungan Penghasilan Neto ini dapat dilihat pada pasal 14 UU No. 36 Tahun 2008 tentang PPh. Sementara itu ketentuan perpajakan yang berlaku, Norma Penghitungan Penghasilan Neto dibagi dalam 2 jenis berdasarkan jumlah peredaran bruto, yaitu:
Penghasilan Kotor (Bruto)(Rp) | Tarif Pajak |
Kurang dari Rp4,8 Miliar | 50% x 25% x Penghasilan Kena Pajak |
Lebih dari Rp4.8 Miliar s/d Rp50 Miliar | [(50%x25%) x Penghasilan Kena Pajak yang Memperoleh Fasilitas] + (25% x Penghasilan Kena Pajak Tidak Memperoleh Fasilitas |
PPh badan terutang dengan peredaran bruto di atas Rp50 miliar akan dihitung berdasarkan ketentuan umum atau tanpa fasilitas pengurangan tarif. Jadi dapat disimpulkan bahwa besar PPh badan tetap adalah 25% x penghasilan kena pajak.
Pada tahun 2020, PT Makmur Jaya memperoleh penghasilan kotor sebesar Rp2 Miliar. Maka sebelum Anda mengetahui Pajak yang harus dibayar adalah:
50% x 25% x Rp2 Miliar = Rp250 juta.
Tetapi perlu dibuat catatan bahwa selama periode tahun 2020 PT Makmur Jaya telah menyetor pajak penghasilan karyawan ke kas negara sebesar Rp50 juta dan pajak PPh Pasal 23 sebesar Rp10 juta. Maka, pajak penghasilan terutang adalah:
Rp250 juta – Rp150 juta – Rp10 juta = Rp90 juta.
Rp90 Juta adalah angka yang bisa dicicil oleh PT Makmur Jaya ke kas negara atas penghasilan Badan Usaha di tahun 2020
Pada umumnya, ada dua jenis pajak yang harus dibayar dan dilaporkan oleh Wajib Pajak Badan, yaitu Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai. Berikut penjelasannya:
Pemotongan langsung atas penghasilan pekerjaan jasa atau kegiatan, dalam bentuk apapun yang diterima oleh Wajib Pajak dan selanjutnya di setorkan ke kas negara melalu bank persepsi.
Pemungutan pajak yang dibebankan kepada Wajib Pajak pada badan usaha tertentu karena adanya aktivitas perdagangan terkait dengan ekspor, impor, maupun re-impor.
Pemotongan pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, hadiah maupun penghargaan, di samping yang telah dipotong PPh Pasal 21. Jenis pajak ini akan diberlakukan saat ada transaksi di antara dua pihak.
Baca juga: Cara Membuat Faktur Pajak yang Harus Diketahui Setiap Pengusaha!
Mengatur angsuran pajak yang berasal dari jumlah pajak penghasilan terutang menurut SPT PPh dikurangi PPh yang telah dipungut serta PPh yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dan boleh dikreditkan.
Pajak yang dikenakan atas penghasilan yang bersumber dari dalam negeri dan diterima Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Mengatur atas jumlah pajak terutang dari suatu perusahaan dalam satu tahun pajak lebih besar dari jumlah kredit pajak yang telah dipotong oleh pihak lain, serta telah disetorkan. Nantinya pajak yang bersangkutan akan dikurangi dengan kredit PPh (PPh Pasal 21, 22, 23, dan 24) dan PPh Pasal 25. Wajib Pajak wajib melunasinya sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dilaporkan.
Laporan pajak yang berhubungan dengan Norma Perhitungan Khusus untuk golongan Wajib Pajak yang bergerak pada sektor penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, gas dan geothermal, pelayaran hingga perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangunan serah guna.
Berkaitan dengan pajak yang dipungut dari penghasilan yang dipotong dari bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, bunga simpanan yang dibayarkan koperasi, hadiah undian, transaksi saham dan sekuritas lainnya, serta transaksi lain sebagaimana diatur dalam peraturan yang ditetapkan.
Pajak yang dibebankan untuk semua pertambahan nilai dari Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP). Nilai PPN yang ditambahkan biasanya merupakan jenis pajak konsumsi seperti Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST).
Pajak yang dikenakan atas barang atau produk yang dianggap barang mewah. Umumnya dikonsumsi oleh masyarakat kalangan masyarakat berpenghasilan tinggi, atau dilakukan produsen yang mengimpor barang dalam kegiatan usaha.
Kesimpulan
Merupakan kewajiban yang dimiliki pengusaha terutama pajak badan. Pajak yang dikenakan akan berbeda-beda sesuai dengan kebijakan usahanya. Sehingga harus dimengerti pengertian, ketentuan, tarif serta cara perhitungannya seperti di atas. Hal yang perlu diingat adalah pajak adalah suatu kewajiban sebagai bentuk taat pajak.