Pernahkah Anda melakukan banyak pekerjaan seharian, namun merasa masih belum cukup? Hati-hati! Bisa jadi Anda sedang mengalami hustle culture. Hustle culture adalah istilah yang sering dianggap sama dengan workaholic, yaitu ketika seseorang bekerja terus-menerus hingga melewatkan istirahat alias gila kerja.
Bedanya, hustle culture ini merupakan budaya yang dibentuk oleh lingkungan, sedangkan workaholic adalah sebutan bagi orang yang terjerumus ke dalamnya. Dalam hustle culture, seseorang didorong untuk bekerja keras secara intens kapan pun di mana pun tanpa henti. Efeknya, seseorang akan terbiasa terus bekerja dan tidak akan pernah merasa cukup atas pencapaiannya.
Oleh karena itu, pakar kesehatan menganggap bahwa hustle culture ini merupakan budaya yang berbahaya karena dapat menyebabkan timbulnya masalah-masalah kesehatan mental dan fisik. Lalu, apa saja dampaknya? Artikel kali ini akan membahas tentang definisi, penyebab, hingga dampak dari hustle culture. Yuk, simak pembahasannya!
Baca juga: Hati-Hati! Berikut Adalah 8 Dampak Negatif Menjadi Seorang Workaholic
Fenomena hustle culture pertama kali ditemukan pada tahun 1971 dan kemudian menyebar cepat di kalangan para pekerja. Sebutan lain dari hustle culture adalah workaholism dan mereka yang menerapkan budaya ini disebut dengan istilah “workaholic”.
Hustle culture adalah standar/budaya di masyarakat yang menganggap bahwa seseorang hanya bisa mencapai sukses jika benar-benar mendedikasikan hidupnya untuk pekerjaan dan bekerja sekeras-kerasnya hingga menempatkan pekerjaan di atas segalanya.
Jika dilihat dari luar, budaya ini tampak seperti gerakan motivasi berenergi tinggi yang datang dengan imbalan tertentu sesuai yang diharapkan. Kebanyakan orang juga mengaitkan bekerja keras sepanjang waktu dengan kenaikan jabatan yang lebih cepat hingga penghasilan yang lebih banyak. Padahal, budaya ini cepat atau lambat akan mempengaruhi kesehatan dan mental karyawan.
Adapun beberapa ciri ketika seseorang mulai mengalami hustle culture antara lain selalu hanya memikirkan pekerjaan, merasa bersalah ketika istirahat, memasang target yang tidak realistis, sering mengalami burnout atau kelelahan bekerja, hingga tidak pernah merasa puas dengan hasil pekerjaan atau pencapaian.
Baca juga: Hati-Hati! Ini Penyakit Akibat Kerja yang Sering Diderita Karyawan Kantoran
Fenomena hustle culture muncul karena ada penyebab yang mendasarinya. Berikut di antaranya tiga penyebab utama hustle culture.
Penyebab yang pertama munculnya fenomena hustle culture adalah konstruksi sosial. Jabatan dan finansial telah menjadi tolok ukur kesuksesan hidup seseorang. Semakin melejit karir seseorang, otomatis hidupnya semakin mapan. Misalnya, orang yang berhasil membeli rumah di usia muda akan menjadi patokan bagi orang-orang di sekelilingnya, termasuk Anda.
Akibatnya, Anda jadi terpacu untuk menghasilkan uang sebanyak-banyaknya agar bisa membeli rumah, kendaraan atau sekedar meningkatkan taraf hidup. Meskipun tujuannya baik, hal ini tak selamanya benar. Hustle culture memaksa seseorang untuk bekerja mati-matian demi mendapatkan pengakuan sebagai “orang sukses” dari lingkungan sekitar.
Toxic positivity adalah dorongan untuk tetap berasumsi positif walaupun sedang mengalami situasi tertekan. Dorongan ini bersumber dari dalam hati atau perkataan orang sekitar. Seringkali seseorang merasa lelah karena pekerjaan yang menumpuk dan tidak kunjung selesai. Alih-alih berhenti, malah muncul kalimat-kalimat dorongan yang tidak realistis dari dalam diri atau orang sekitar, seperti:
“Segitu doang capek? Ayo kerja lebih keras lagi! Kamu pasti bisa!”
“Istirahat terus, kapan suksesnya?”
“Orang lain sudah lebih unggul dari kamu, masa kamu gitu aja nyerah?”
“Jangan puas sama pencapaian segitu. Ayo tingkatkan lagi!”
Toxic positivity semakin mengakar terutama ketika terjadinya layoff secara besar-besaran saat ini. Karyawan mulai was-was akan kehilangan pekerjaannya sehingga bekerja lebih keras agar tidak menjadi sasaran layoff.
Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang mengalami stress, namun enggan meluapkan emosinya dan memaksakan diri untuk bertahan. Sebab, toxic positivity memaksa manusia untuk tetap tegar dalam situasi tersulit sekalipun. Pada akhirnya, kesehatan mental jadi terabaikan.
Kemajuan teknologi juga menjadi salah satu penyebab hustle culture menyebar dengan cepat. Ponsel pintar yang ada saat ini tidak hanya berfungsi untuk berkomunikasi, melainkan sarana untuk bekerja. Mengirim surel, menyusun presentasi, video call dengan atasan, absensi, hingga mengadakan diskusi antar tim bisa dilakukan dalam aplikasi yang tersedia di ponsel.
Tanpa disadari, deretan aplikasi tadi membuat seseorang bekerja terus menerus tanpa batas ruang dan waktu. Kemudahan dalam menjalankan urusan kantor berubah menjadi rasa cemas, takut, dan mendorong individu untuk bekerja sepanjang waktu tanpa istirahat.
Baca juga: Terkena Migrain di Tempat Kerja? Kenali Penyebab dan Cara Mengatasinya!
Faktanya, jika ada yang bertanya apa dampak baik atau keuntungan dari hustle culture, jawabannya hampir tidak ada. Hustle culture adalah budaya yang sia-sia. Sebab, sebagian besar orang yang terbiasa dengan hustle culture mendapatkan dampak buruk. Apa saja dampak buruknya? Berikut di antaranya.
Burnout adalah kondisi di mana Anda benar-benar mengalami kelelahan fisik, emosi, dan juga mental. Hal ini bisa disebabkan karena terlalu banyak bekerja. Jadi, burnout lebih dari sekadar hilangnya motivasi atau munculnya rasa malas dalam diri.
Ada beberapa pertanda burnout yang perlu Anda kenali supaya bisa lebih cepat diatasi, antara lain sebagai berikut.
Tubuh manusia tidak bisa dibohongi. Mau sekuat dan sebanyak apa pun tenaga yang dimiliki, ada kalanya tubuh mulai tidak bisa berfungsi seperti seharusnya karena terlalu lelah. Apalagi jika pola makan dan pola tidur yang tidak teratur. Ini merupakan efek samping dari hustle culture yang tidak bisa Anda hindari.
Sebab, kelelahan dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit, mulai dari penyakit jantung, stroke, darah tinggi, dan berbagai penyakit berat lainnya. Bukan hanya fisik, kesehatan mental juga terancam jika terus menerapkan hustle culture di kehidupan sehari-hari.
Work-life balance sangatlah penting untuk menyeimbangkan kesehatan mental yang mungkin terkuras selama bekerja. Anda bisa refreshing dan melakukan hal yang disukai bersama teman atau orang-orang terdekat.
Lain halnya jika Anda telah terbiasa dengan hustle culture yang pastinya akan menyita sebagian besar waktu bersantai Anda. Jangankan untuk menghabiskan waktu bersama orang lain, waktu untuk istirahat pun dialokasikan hanya ketika ingat saja, itu pun biasanya sambil memikirkan pekerjaan.
Orang yang telah terjebak dalam kultur ini akan sulit berhenti membandingkan diri dengan orang lain dan cenderung tidak pernah puas. Demi mengikuti standar yang kurang realistis, mereka akan rela mengambil beban atau kerja tambahan hanya untuk dianggap sukses.
Contoh kasusnya, ketika atasan sering menghubungi di akhir pekan dan malam hari, meminta Anda untuk mengerjakan planning untuk sebuah proyek. Merasa harus memenuhi standar hustle culture agar bisa sukses, Anda pun menyanggupinya terus-menerus hingga menjadi kebiasaan.
Baca juga: Gila Kerja vs Kerja Keras
Berdasarkan penjelasan di atas, salah satu dampak dari hustle culture adalah burnout. Burnout ini jika dibiarkan akan menyebabkan memburuknya kondisi psikis seseorang. Untuk menghindarinya karyawan sebaiknya menyempatkan waktu untuk beristirahat atau berlibur sejenak dengan mengambil hak cutinya.
Meskipun demikian, banyak karyawan yang tidak mengambil cuti karena prosesnya yang lama. Belum lagi jika sudah prosesnya lama, cuti ternyata tidak disetujui. Akibatnya, rencana liburan dan istirahat jadi berantakan, apalagi jika sudah memesan tiket dan akomodasi di awal. Bukannya healing malah jadi hilang dana tabungan.
Untuk menyederhanakan dan mempercepat prosesnya, gunakan fitur E-Leave GreatDay HR sebagai solusi pengajuan cuti karyawan! Karyawan tinggal menginput jenis cuti, alasan, dan jumlah hari lewat aplikasi mobile. Lalu, karyawan hanya tinggal menunggu status pengajuannya saja. Tidak perlu ribet isi formulir cuti manual dan alur birokrasi yang panjang.
Cuti disetujui, karyawan pun hepi. Berlangganan segera dan unduh aplikasi GreatDay HR untuk dapatkan kemudahan pengajuan cuti! Kunjungi websitenya dan jadwalkan demo secara gratis!
Baca juga: 10 Tips Kerja Cerdas yang Perlu Anda Ketahui