UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merupakan peraturan yang disusun untuk mengatur segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja, perusahaan, aturan kerja standar, dan lain sebagainya. Hal yang diatur di dalam Undang-Undang 13/2003 mulai dari ketentuan umum tentang ketenagakerjaan, hingga aturan yang mengatur jalannya sistem bekerja di perusahaan negeri maupun swasta, seperti aturan jam kerja, upah, dan lain-lain. Tujuan inti dari Undang-Undang tersebut adalah tak lain untuk menjamin kesejahteraan dan keadilan semua pihak dalam hal ketenagakerjaan, khususnya, dan proses pembangunan negara serta kesejahteraan masyarakat secara umum. Artikel kali ini mengulas tentang UU No.13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan, dari mulai pengertian, tujuan, hingga hak dan kewajiban pekerja. Simak ulasannya untuk mengetahui lebih banyak!
Baca juga: Isi RUU Cipta Kerja; HRD Wajib Tahu dan Pahami!
Dikutip dari Undang-Undang No.13 Tahun 2003, ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa ketenagakerjaan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan setelah selesai masa hubungan kerja, baik pada pekerjaan yang menghasilkan barang maupun pekerjaan berupa. Secara hukum, ketenagakerjaan merupakan bidang hukum privat yang memiliki aspek publik, karena meskipun hubungan kerja dibuat berdasarkan kebebasan para pihak. Meskipun demikian, terdapat beberapa ketentuan yang mewajibkan pekerja dan pemberi kerja tunduk pada ketentuan pemerintah yakni hukum publik.
Pasal 5 UU No.13 Tahun 2003 menegaskan bahwa setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan tanpa adanya diskriminasi. Dalam Undang-Undang tersebut, tenaga kerja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
Tenaga kerja yang mempunyai keahlian pada bidang tertentu yang diperoleh dari bidang pendidikan. Sebagai contoh: dosen, dokter, guru, pengacara, akuntan dan sebagainya.
Tenaga kerja yang memiliki keahlian pada bidang tertentu yang diperoleh dari pengalaman dan latihan. Sebagai contoh: supir, tukang jahit, montir dan sebagainya.
Tenaga kerja yang mengandalkan tenaga, tidak memerlukan pendidikan maupun pelatihan terlebih dahulu. Sebagai contoh: kuli, pembantu rumah tangga, buruh kasar dan sebagainya.
Baca juga: Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang-Undang Terbaru
Pemerintah telah menyusun instrumen untuk melindungi dan mengatur ketenagakerjaan agar tidak merugikan berbagai pihak, salah satunya diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang Ketenagakerjaan. Jika dipahami, tujuan dari UU Ketenagakerjaan ini memiliki empat tujuan yang tercantum dalam Pasal 4 bahwa pembangunan ketenagakerjaan, di antaranya sebagai berikut.
Pada Pasal 4 huruf a UU No. 13 Tahun 2003 dijelaskan bahwa “Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja merupakan suatu kegiatan yang terpadu untuk dapat memberikan kesempatan kerja seluas-luasnya bagi tenaga kerja Indonesia”. Melalui hal ini diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat berpartisipasi secara optimal dalam Pembangunan Nasional, namun tetap mengedepankan nilai-nilai kemanusiaannya.
Dalam UU No. 13 tahun 2003 Pasal 4 huruf a dijelaskan bahwa “Pemerataan kesempatan kerja harus diupayakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pasar kerja yang memberikan kesempatan yang sama dalam memperoleh pekerjaan bagi seluruh pekerja Indonesia sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya”. Demikian dengan pemerataan penempatannya pun perlu diupayakan agar seluruh tenaga kerja dapat mengisi kebutuhan di seluruh sektor dan daerah.
Bidang ketenagakerjaan dianggap penting oleh pemerintah, karena ketenagakerjaan menyangkut kepentingan umum. Atas dasar inilah Pemerintah mengalihkannya ketenagakerjaan dari hukum privat menjadi hukum publik. Selain itu, banyaknya masalah ketenagakerjaan yang terjadi baik dalam maupun luar negeri juga menjadi pertimbangan.
Baca juga: Ini 6 Hak Cuti Karyawan yang Diatur Dalam UU
Hak-hak tenaga kerja telah ditetapkan dan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Di antaranya adalah terkait gaji, cuti, keselamatan kerja, dan sebagainya. Di bawah ini adalah penjelasan terkait hak-hak yang bisa didapatkan oleh pegawai swasta.
Dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 dinyatakan bahwa setiap pekerja dalam suatu perusahaan memiliki hak untuk mengembangkan potensi kerja baik dari segi minat, bakat, maupun kemampuan melalui pelatihan kerja.
Pada Pasal 1 Ayat 30 disebutkan bahwa upah adalah hak pekerja dalam bentuk uang sebagai imbalan yang dibayarkan oleh pengusaha atas jasa atau pekerjaan yang telah dan akan dilakukan sesuai dengan perjanjian kerja, kesepakatan, atau perundang-undangan. Selain gaji pokok, pegawai juga berhak mendapatkan tunjangan untuk dirinya dan keluarganya selama masa kerja di perusahaan.
Hal terkait upah juga diatur di dalam PERMEN No. 1 Tahun 1999 dan PP 8 Tahun 1981. Di mana disebutkan bahwa pegawai berhak mendapatkan gaji atau upah yang layak sesuai dengan beban kerjanya.
Selain itu, di dalam Pasal 93 Ayat 2 disebutkan bahwa perusahaan berkewajiban menggaji pegawainya meski tidak melakukan pekerjaannya atau dalam masa cuti. Hal tersebut berlaku pada saat pegawai terkait sedang cuti dengan alasan menikah, menikahkan anak, istri melahirkan/keguguran, keluarga dekat meninggal, melanjutkan pendidikan atas permintaan/disponsori perusahaan, dan lain sebagainya.
Hak ini merupakan hak yang mendasar bagi pegawai di perusahaan, tanpa melihat status sebagai pegawai tetap, kontrak, ataupun dalam masa probation. Pasal 86 menyatakan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Terkait K3, saat ini perusahaan telah banyak yang menerapkan jaminan sosial dan kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, dan asuransi swasta. Bahkan ada pula yang memberikan jaminan kesehatan berupa medical reimbursement yang mana jika pegawai perusahaan tersebut sakit, maka uang yang dikeluarkannya untuk perawatan akan diganti oleh perusahaan.
Pada Pasal 104 disebutkan bahwa setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja. Serikat pekerja ini dapat menjadi wadah bagi pegawai untuk menyampaikan aspirasi kepada perusahaan. Sebagai media penyalur aspirasi, serikat pekerja memiliki kapasitas hukum untuk membuat perjanjian atau kesepakatan dengan perusahaan.Perjanjian yang diusulkan mencakup hak dan kewajiban pegawai maupun serikatnya. Lalu, perjanjian tersebut harus disepakati dan ditandatangani oleh pihak-pihak terkait termasuk pejabat penting di perusahaan.
Pasal 79 menyatakan bahwa pemilik usaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh. Jumlah cuti yang diberikan oleh perusahaan sekurang-kurangnya sebanyak 12 hari kerja setelah pegawai yang bekerja selama 1 tahun secara terus menerus.
Selain itu, perusahaan wajib memberikan kompensasi jika karyawan bekerja di luar jam kerja (overtime) dengan membayarkan upah lembur. Perusahaan juga wajib memberikan waktu untuk, istirahat, makan, dan menunaikan ritual atau ibadah keagamaan di sela-sela jam kerjanya.
Dalam hak jam istirahat tersebut, pegawai diberikan maksimal 1 jam setelah bekerja selama 4 jam. Sedangkan untuk libur, pegawai berhak diberikan libur 1 hari kerja untuk 6 hari kerja atau 2 hari libur untuk 5 hari kerja dalam satu pekan.
Untuk pegawai yang sudah bekerja di perusahaan selama tujuh atau delapan tahun, berhak mendapatkan cuti sebulan penuh sekurang-kurangnya 2 bulan. Namun tidak berhak lagi atas hak istirahat tahunan dalam jangka waktu 2 tahun ke depan. Masa istirahat tahunan tersebut berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 tahun.
Hak ini berhubungan dengan pemecatan secara sepihak oleh perusahaan. Misalnya ketika pegawai mengalami PHK saat sedang sakit dengan keterangan surat dokter, menikah, menjalankan ibadah, dan sebagainya maka pegawai tersebut berhak menolak.
Sebab, hal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang yang berlaku, yang mana surat PHK harus disampaikan secara langsung tanpa perantara. Jika pegawai terkena PHK, maka pegawai berhak mendapatkan hak-hak sebagai berikut:
Hak ini berkaitan dengan keadilan bagi semua pegawai yang ada di perusahaan. Sebagaimana tertuang di dalam UU No.13 Tahun 2003 Pasal 5 dan Pasal 6 yang menyatakan bahwa setiap tenaga kerja memiliki kesempatan memperoleh pekerjaan dan mendapatkan perlakuan yang sama tanpa adanya diskriminasi dari perusahaan.
Pasal 31 menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah bekerja. Selain itu, setiap tenaga kerja juga berhak memperoleh penghasilan yang layak baik saat ditempatkan di dalam atau di luar negeri.
Pasal 77 Ayat 2 menyatakan bahwa:
Jadi, jika jam kerja atau hari kerja melebihi ketentuan di atas maka pegawai tersebut dianggap bekerja lembur dan berhak mendapatkan upah tambahan.
Pasal 99 menyatakan bahwa setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. Hal ini masih berhubungan dengan kebijakan terkait jaminan sosial dan K3 untuk pegawai. Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud di dalam Ayat 1 UU tersebut dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 81 Ayat 1 menyebutkan bahwa pegawai perempuan berhak atas cuti menstruasi yang mana pegawai tersebut tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua saat haid. Apabila pegawai tersebut merasakan sakit saat haid dan melaporkannya kepada perusahaan, maka pegawai tersebut berhak mendapatkan hak cuti haid. Sedangkan Pasal 82 menyatakan bahwa pegawai perempuan berhak mendapatkan waktu istirahat dan tidak bekerja selama 1,5 atau 40 hari sebelum melahirkan. Hak tersebut juga berhak diperoleh pegawai perempuan yang mengalami keguguran.
Untuk mendapatkan hak-hak pekerja, tenaga kerja harus memenuhi kewajiban seorang pekerja terlebih dahulu. Kewajiban bagi pekerja/buruh diatur pada KUH Perdata, di antaranya sebagai berikut.
Baca juga: Mengenal Pegawai Swasta: Hak dan Kewajibannya
Banyaknya pekerjaan yang menjadi tanggung jawab HRD terkadang membuat kewalahan. Selain memerlukan banyak waktu, tenaga yang dikeluarkan juga tidak sedikit dalam menyelesaikan tugas-tugas seperti menghitung payroll setiap bulan, absensi karyawan, penghitungan pajak, dan lain-lain. Selain itu,pekerjaan HR perlu selalu diberikan pengawasan dan pembaharuan karena menyangkut sumber daya manusia di perusahaan terutama terkait payroll yang terdapat penghitungan pajak di dalamnya.
Mengapa perlu ada pembaharuan? Hal itu karena data-data terkait gaji, profil perusahaan, profil pegawai, dan peraturan pemerintah terkait ketenagakerjaan bersifat dinamis. Selalu ada pembaharuan atau perubahan yang terjadi contohnya terhadap ketentuan penghitungan pajak, dan lain-lain.
Dalam upaya membantu meringankan beban kerja dan tanggung jawab departemen HR di perusahaan, aplikasi GreatDay HR menyediakan fitur-fitur yang praktis dan dapat mempermudah pekerjaan HR. Selain itu, Anda juga dapat menghemat waktu dan biaya dengan menggunakan GreatDay HR.Pengelolaan data terkait absensi, pengajuan cuti, rekam aktivitas, pelaporan sarana prasarana, hingga penghitungan pajak dapat diakses secara praktis melalui GreatDay HR. Selain itu, seluruh data juga terintegrasi dengan payroll perusahaan.
Segera unduh aplikasinya di AppStore dan PlayStore melalui ponsel pintar Anda, atau kunjungi laman webnya dan jadwalkan demonya secara gratis!
Baca juga: Apa Itu Serikat Pekerja? Kenali Tujuan dan Fungsinya