Sosok kaum perempuan dalam ranah kepemimpinan sering dipandang sebelah mata atau dikesampingkan. Hal ini terjadi karena masih kuatnya budaya patriarki yang telah dipertahankan sejak lama. Pola pikir dan dasar pemahaman masyarakat cenderung mengindikasikan bahwa kaum laki-laki lebih mumpuni dalam menjadi pemimpin.
Bukti nyata yang ada di sekitar yaitu kebanyakan dari pemimpin di perusahaan, lingkungan masyarakat, dan pemerintahan masih didominasi oleh kaum laki-laki. Namun, seiring berjalannya waktu dan berkembangnya zaman, kaum perempuan mulai menduduki posisi penting dan dipertimbangkan serta dipercaya untuk menjadi pemimpin.
Artikel kali ini akan mengulas tentang pengertian kepemimpinan kaum perempuan atau women leadership. Untuk mengetahui lebih banyak informasi tentang women leadership, simak ulasannya berikut ini!
Baca juga: Memahami Tanggung Jawab dan Karakteristik Leader
Women leadership atau kepemimpinan perempuan adalah sebuah bentuk revolusi budaya dan perjuangan kesetaraan gender guna melawan sistem patriarki yang telah mengakar sejak dulu. Perlawanan terhadap sistem patriarki terjadi karena adanya ketimpangan hak-hak dan kesenjangan status atau peran sosial antara laki-laki dan perempuan. Kesenjangan tersebut tentunya lebih menguntungkan kaum laki-laki dan mengekang kaum perempuan, oleh sebabnya perlawanan dan revolusi terhadap sistem terjadi.
Pembatasan terhadap hak memperoleh pendidikan, hak untuk hidup mandiri, hak perlindungan, hingga hak kebebasan berpendapat menjadi hal yang memicu tokoh-tokoh perempuan di era-era sebelumnya untuk memperjuangkan kesetaraan gender. Hal terkait perjuangan untuk mendapatkan kesetaraan tersebut berlanjut dan marak digaungkan hingga saat ini.
Di samping itu, proses perempuan menuju ranah kepemimpinan tak luput dari banyaknya tantangan, serta pro dan kontra dari masyarakat. Tidak sedikit orang yang masih menganggap bahwa kaum perempuan tidak pantas atau tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk memimpin dibandingkan dengan kaum laki-laki, bahkan oleh kaum perempuan sendiri.
Selain anggapan masyarakat dan masih kentalnya sistem patriarki yang ada, rendahnya minat perempuan dalam menjadi pemimpin juga masih minim. Mereka cenderung menempati posisi yang tidak signifikan atau terbelakang. Hal ini, menurut Tjokroaminoto, disebabkan oleh dua faktor inti yaitu:
Faktor-faktor tersebut adalah hal yang membuat peranan perempuan menjadi tidak signifikan dan dipandang sebelah mata. Akibatnya, kepercayaan diri dan keinginan untuk berkembang menjadi lebih baik pada kaum perempuan menyusut. Kebanyakan bahkan tidak yakin bahwa dirinya mampu melakukan hal besar termasuk menjadi pemimpin banyak orang.
Meskipun demikian, perkembangan pola pikir serta ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini membuat perempuan memiliki kapasitas untuk mengembangkan diri dan memperjuangkan kesetaraan hak kaumnya. Keterbukaan pikiran masyarakat terhadap hak mendapatkan pendidikan bagi kaum perempuan juga menjadi salah satu hal yang mendukung terwujudnya kepemimpinan kaum perempuan.
Selain itu, adanya tokoh-tokoh perempuan terdahulu yang mendobrak budaya patriarki dan memperjuangkan hak-hak kaum perempuan menjadi panutan banyak kaum perempuan untuk berani berjuang demi dirinya. Contohnya adalah Margaret Thatcher, Indira Gandhi, dan RA Kartini yang berhasil menjadi tokoh pemimpin dan memperjuangkan kesetaraan perempuan dan memprakarsai perjuangan-perjuangan hak dan keadilan bagi perempuan lainnya.
Sehingga di masa sekarang, perempuan bukan lagi sebagai kaum terbelakang dengan stereotip dan batasan-batasan lama atas haknya yang mengekang. Jika diamati, banyak dari kaum perempuan yang berhasil menjadi pemimpin di perusahaan bahkan pemimpin negara. Perjuangan kesetaraan hak telah memberikan banyak peluang bagi kaum perempuan untuk memperoleh kesempatan dan peran yang lebih baik.
Selain tokoh-tokoh perempuan hebat terdahulu, kesenjangan gender antara laki-laki dan perempuan yang telah lama menjadi permasalahan dalam masyarakat, mendapat dukungan dari The United Nations Entity for Gender Equality and the Empowerment of Women (UN Women) dalam gerakan untuk menghapus kesenjangan gender tersebut. Salah satu perwujudannya adalah adanya International Women’s Day atau Hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap tanggal 8 Maret.
Baca juga: Leader Seperti Apa yang Diinginkan Gen Z?
Dalam menjadi pemimpin, semua orang tentu akan menghadapi tantangan dan kesulitan yang harus dilalui, terutama pemimpin perempuan. Pada dasarnya, rintangan yang dialami oleh pemimpin semuanya sama, namun ada beberapa tantangan yang kebanyakan cenderung dialami oleh pemimpin perempuan. Di antaranya ialah sebagai berikut.
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh pemimpin perempuan adalah kurangnya rasa percaya diri. Hal ini dapat disebabkan oleh masih adanya pandangan kontra dari pihak-pihak yang tidak setuju atau kurang menyukai peran perempuan sebagai pemimpin sehingga menjadi tekanan tersendiri bagi perempuan. Selain itu, kaum perempuan juga sering mengalami kecemasan terkait apakah mereka bisa memperoleh kepercayaan timnya atau tidak, dipercaya atau tidak, mampu atau tidak, dan sebagainya.
Beberapa dari pemimpin perempuan lebih banyak atau memilih diam karena khawatir akan dikucilkan atau tidak didengarkan oleh timnya. Hal itu menyebabkan mereka tidak bebas untuk mengemukakan pendapat atau pikirannya. Padahal anggota tim membutuhkan seseorang yang dapat memberikan arahan dan kebijakan yang jelas atas pekerjaan yang harus dilakukan terlepas apakah pemimpinnya tersebut laki-laki atau perempuan.
Tantangan pemimpin perempuan dalam bekerja lainnya adalah imposter syndrome, yang merupakan perilaku yang membuat penderitanya meragukan kemampuan, prestasi, dan kesuksesan yang dicapainya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan sosial sesama perempuan lebih rumit, terutama dalam hubungan pekerjaan. Banyak yang meyakini bahwa pemimpin perempuan lebih menyebalkan dibandingkan dengan pemimpin laki-laki. Padahal hal tersebut bisa saja terjadi karena hubungan yang terjalin kurang baik, terutama jika memang ada masalah personal di antara perempuan. Maka dari itu, penting bagi perempuan untuk dapat saling mendukung dan menghormati sebagaimana mestinya.
Meskipun kampanye tentang kesetaraan gender marak digaungkan di mana-mana, faktanya masih banyak yang mendiskriminasi kaum perempuan dalam hal kepemimpinan. Misalnya ada beberapa tugas penting yang tidak diberikan karena alasan-alasan terkait gender, dianggap tidak mampu karena mereka perempuan, dan lain sebagainya. Padahal, dengan perempuan menjadi pemimpin pun telah membuktikan bahwa mereka kompeten dalam bidangnya.
Baca juga: Jenis Gaya Kepemimpinan dan Skills Apa Saja yang Perlu Dimiliki
Salah satu tugas pemimpin adalah mengawasi kinerja dan produktivitas karyawannya, terlepas apapun gendernya. Hal tersebut terkadang sulit dilakukan oleh sebagian orang karena memang mengawasi dan mengukur kinerja karyawan tidak semudah itu. Ada beberapa data yang harus diperiksa, turun ke lapangan, dan lain sebagainya.
Selain itu, pemimpin juga perlu tahu kondisi karyawannya di lingkungan kerja. Cara satu-satunya adalah dengan sering mengunjungi workstation karyawan untuk dapat melihat langsung bagaimana mereka bekerja. Hal itu tentu tidak mudah dilakukan terutama jika jumlah karyawan di perusahaan banyak.
Berangkat dari kendala tersebut, GreatDay HR hadir dengan aplikasi HRIS terbaik yang menyediakan fitur-fitur yang dapat memudahkan pekerjaan Anda, terutama HR. Fitur yang tersedia memungkinkan Anda untuk mengelola seluruh pekerjaan HR dari mulai absensi, pengajuan cuti, payroll, hingga rekrutmen hanya menggunakan satu aplikasi saja dan diakses dari ponsel pintar Anda.
Bagi para pimpinan perusahaan, fitur-fitur yang ada di dalam aplikasi GreatDay HR juga memudahkan mereka dalam hal pemberian persetujuan atau pemberian tugas pada karyawan. Tunggu apa lagi? Segera unduh aplikasinya melalui ponsel pintar Anda atau kunjungi lamannya dan jadwalkan demo!
Baca juga: Bagaimana Cara Membuat Visi Misi Seorang Leader yang Inspiratif?